Ghazinews.xyz - Wartawan Arab Al Jazeera, Givara Budeiri meninggalkan rumah sakit pada hari Minggu (6/6), setelah menerima perawatan untuk luka yang diderita selama penangkapannya oleh pasukan Israel sehari sebelumnya.
![]() |
Wartawan Al Jazeera Telah di Bebaskan, Israel Kalah Dalam Perang Media |
Budeiri mengalami cedera patah tangan kiri ketika ia ditangkap saat meliput demonstrasi di lingkungan Sheikh Jarrah di Yerusalem Timur yang diduduki Israel pada hari Sabtu.
Polisi Israel juga menghancurkan peralatan milik juru kamera Al Jazeera Nabil Mazzawi. Penangkapannya menuai kecaman tajam dari para pendukung kebebasan pers dan pengawas media.
Koresponden Yerusalem jaringan media yang berbasis di Doha dituduh atas tudingan menyerang seorang perwira polisi wanita, dan tidak menunjukkan kredensialnya, klaim yang langsung dibantah Al Jazeera. Tuduhan Israel juga ditentang oleh rekaman rekaman penangkapan Budeiri.
"Saya berusaha untuk baik-baik saja, namun tangan saya patah dan saya menghabiskan sepanjang malam di rumah sakit," ucap Budeiri kepada Al Jazeera.
Ia menyatakan mengalami memar di beberapa bagian tubuhnya, sakit kepala, dan nyeri di punggung serta kakinya yang membuatnya sulit untuk berjalan.
Budeiri telah bekerja sebagai jurnalis untuk Al Jazeera sejak tahun 2000. Ia mengenakan jaket antipeluru bertanda "pers" ketika dia ditangkap dan memegang kartu Kantor Pers Pemerintah Israel (GPO).
Budeiri melaporkan aksi duduk yang menandai peringatan 54 tahun Naksa, atau (kemunduran), ketika Israel menduduki wilayah Palestina di Yerusalem Timur, pada Tepi Barat, dan Jalur Gaza pada tahun 1967, sebuah langkah yang tidak diakui oleh komunitas internasional.
Sheikh Jarrah juga menjadi fokus protes selama berminggu-minggu untuk mendukung keluarga Palestina di lingkungan yang menghadapi ancaman pengusiran paksa dalam memberi jalan bagi pemukim Yahudi.
Budeiri mengatakan dia diperlakukan layaknya penjahat ketika dia dibawa ke kantor polisi dan selama beberapa jam dalam tahanan dicegah untuk melepaskan jaket antipelurunya yang berat atau menutup matanya ketika dia merasa lelah.
"Kami akan membuat Anda tutup mulut jika kami membuat Al Jazeera diam, semua orang akan tutup mulut," ungkap Budeiri mengutip seorang perwira polisi Israel mengatakan kepadanya saat ia dalam tahanan.
Layaknya seorang jurnalis yang menjalankan tugasnya, ia menyatakan, dia hanya meliputi fakta di lapangan dan yakni para jurnalis berkewajiban memberi informasi kepada seluruh dunia apa yang terjadi di sini.
"Mikrofon dan kamera tidak akan ada yang bisa menghentikan kita," imbuhhnya.
Israel Kalah Dalam Perang Media
Sabrina Bennoui, juru bicara Reporters Without Borders (RSF), menyatakan penangkapan itu merupakan pelanggaran nyata terhadap kebebasan pers.
"Terdapat keinginan yang jelas dari otoritas Israel untuk mencegah jurnalis melakukan tugas mereka dan melaporkan di lapangan," tuturnya.
Sementara itu, pada kota Ramallah, Tepi Barat yang diduduki atau dikuasai Israel, unjuk rasa berlangsung pada Minggu sore dalam solidaritas bersama wartawan Palestina yang menjadi sasaran otoritas Israel.
"Perasaan beberapa pembicara di sini adalah bahwa Israel dengan sengaja menargetkan para jurnalis, karena mereka tidak ingin terekspos kepada seluruh dunia realitas apa yang sedang terjadi di bawah pendudukan," ucap Nida Ibrahim dari Al Jazeera melaporkan dari Ramallah.
"Mereka merasa Israel telah kalah dalam perang media, dikarenakan mereka merasa telah terungkap tindakannya, pelanggarannya, dan itulah mengapa mereka mencoba menargetkan jurnalis dengan tujuan membungkam mereka."
Tanggal 15 Mei, serangan udara Israel telah menghancurkan sebuah menara di Jalur Gaza yang menampung kantor media Al Jazeera, Associated Press dan outlet lainnya selama serangan berturut-turut 11 hari di daerah padat penduduk di pesisir pantai.
Setidaknya 14 jurnalis Palestina telah ditangkap dan ditempatkan dalam penahanan administratif oleh pasukan Israel dalam beberapa pekan terakhir, menurut Reporters Without Borders.
Beberapa jurnalis Palestina beserta kartu media telah dilarang memasuki Sheikh Jarrah oleh polisi Israel, yang mengklaim bahwa mereka memerlukan kartu GPO.
Pada hari Minggu, polisi Israel menangkap aktivis Muna al-Kurd dan Mohammed al-Kurd , saudara kembar yang telah berada di garis depan aksi guna menghentikan pengusiran paksa keluarga Palestina dari Sheikh Jarrah.
Mohammed al-Kurd, bersama saudara perempuannya, berada di dalam perjuangan di Sheikh Jarrah sosial.
Sumber, Al Jazeera.