Ghazinews.xyz - Meningkatnya tindakan Israel saat ini di Yerusalem dan Jalur Gaza adalah bentuk konsekuensi dari kesepakatan abad ini Amerika Serikat, yang tidak adil bagi Palestina, kata seorang pakar Rusia dalam wawancara dengan Anadolu Agency (AA).
![]() |
Pakar Rusia : Eskalasi Gaza Bentuk dari Kesepakatan Abad AS. |
Konstantin Truevtsev, seorang rekan senior di Institute of Oriental Studies di Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia menjelaskan bahwa kesepakatan tersebut terdiri dari dua bagian, yang pertama memerlukan normalisasi Israel dengan negara-negara Arab, yang menurutnya positif dan berkontribusi pada Keamanan Timur Tengah.
Bagian lain menganggap Palestina pihak yang dirugikan karena persetujuan Washington atas aneksasi Yerusalem Timur membuat Palestina kehilangan kesempatan untuk mendirikan ibu kota di Yerusalem Timur, sebagaimana ditetapkan oleh keputusan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), termaksud oleh Dewan Keamanan PBB, bersifat internasional. mengikat, tegasnya. Sementara itu, menikmati dukungan AS, Israel melanjutkan pendudukan terselubung bertahap di Yerusalem Timur dan Tepi Barat Sungai Jordan, Truevtsev menambahkan.
"Pada tahun ini, diakhir bulan suci Ramadhan bertepatan dengan Hari Yerusalem bagi umat Yahudi. Dan perayaan tersebut berlangsung di tempat yang sama. Di tengah ketegangan, seperti dalam kasus tersebut, kerap mengakibatkan bentrokan. Dan tahun ini, juga bertepatan dengan fakta bahwa Israel mulai mengusir warga Palestina dari Yerusalem Timur.
Bentrokan pertama terjadi antara warga Palestina, kebanyakan dari kalangan anak muda, dan polisi serta tentara Israel. Para pemuda Palestina melemparkan batu ke arah polisi dan tentara sebagai bentuk dari pembelaan diri atas tindakan keras Israel terhadap warga sipil Palestina, sedang tentara Israel merespon mereka dengan peluru karet, namun pada akhirnya korban berjatuhan akibat terkena peluru asli.
"Hamas, yang memposisikan dirinya sebagai pelindung dari nilai-nilai Muslim dan pembela rakyat Palestina menanggapi dengan tembakan roket dengan intensitas yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan roket yang meningkatkan jangkauan penerbangan, yang merupakan kejutan bagi Israel," ucapnya.
Kejutanlain bagi Israel ialah perubahan posisi warga Palestina yang bertempat tinggal di wilayah Israel. Orang-orang Palestina tersebut, menyebut diri mereka Arab Israel, berbicara dengan bahasa Ibrani dan bekerja di Israel, dianggap pengkhianat oleh rekan-rekan mereka dari wilayah pendudukan, imbuhhnya.
"Warga Palestina tersebut telah meradikalisasi, mereka menghancurkan rumah-rumah Israel, (sementara) orang-orang Yahudi menghancurkan rumah-rumah Palestina. Ini juga belum pernah terjadi sebelumnya.
Kerentanan Palestina terdapat pada sisi fitur utama dari situasi saat ini dikarenakan telah kehilangan hampir semua pembela eksternalnya, Truevtsev menambahkan. Setelah didukung oleh sejumlah negara Arab, Palestina saat ini hanya dapat mengandalkan dukungan Qatar, yang tidak memiliki cukup kekuatan untuk mengubah situasi secara fundamental, ujar pakar tersebut.
Dimana The Uni Emirat Arab (UEA), Mesir dan Yordania menjalin hubungan diplomatik dengan Tel Aviv , seperti yang dilakukan Bahrain atas persetujuan dari Arab Saudi, tambahnya.
Riyadh belum dapat mengizinkan hubungan diplomatik dengan Israel dikarenakan sebagai oposisi di kalangan agama yang berpengaruh, namun lingkaran agama adalah anti-Israel, tidak sebanyak mengorganisir perlawanan besar-besaran terhadap Israel dari Arab Saudi," imbuhnya.
"Iran jauh sekali. Seperti yang dikatakan pada saat itu, ketahanan negara-negara Arab terhadap Israel berbanding terbalik dengan jarak antara mereka dengan perbatasan Israel."
"Libya dan Aljazair mendukung untuk melawan Israel. Aljazair masih sangat mendukung rakyat Palestina saat ini, namun di mana Aljazair dan di mana Israel? Iran bisa saja bentrok dengan Israel ketika membangun infrastrukturnya melalui Irak, Suriah, mencapai perbatasan Israel dengan jarak yang dekat. Dataran Tinggi Golan dan terhubung dengan Hamas di Lebanon.
Akan tetapi pada tahun 2019, ada pemberontakan di Irak, karakternya anti-Irak jika Anda berpikir, dan infrastruktur ini hilang, "ujar ahli tersebut.
"Dengan mengirim tentara penjaga perdamaian ke wilayah tersebut tidak akan meringankan situasi karena Israel berperilaku tidak terduga dan tidak jelas di mana misi tersebut dapat didirikan," tuturnya.
"Jika mereka mengepung Jalur Gaza, yang sudah dikuasai oleh tentara Israel, roket tidak akan berhenti terbang dari sana. Tujuan pembawa damai adalah memisahkan kedua sisi. Dan di sini, pada satu sisi, mereka sudah terpisah, dan di sisi lain, tidak mungkin memisahkan radikal dari orang biasa di dalam Israel."
"Dan Israel tidak akan pernah mengizinkan penjaga perdamaian seseorang untuk masuk ke dalam wilayah yang mereka anggap sebagai wilayahnya, dikarenakan Israel menganggap dirinya sebagai negara yang mandiri, karena bagi Israel itu akan menjadi penghinaan nasional." Tambahnya.
Ketegangan meningkat di lingkungan Sheikh Jarrah di Yerusalem Timur sejak awal Mei ketika pengadilan Israel memerintahkan penggusuran keluarga Palestina, yang kemudian ditunda. Warga sipil Palestina yang memprotes solidaritas dengan penduduk Sheikh Jarrah telah menjadi sasaran tanpa perlawanan dari pasukan Israel.
Peningkatan tersebut mengakibatkan serangan udara oleh Israel di Gaza, yang telah menyebabkan sedikitnya 243 warga Palestina menjadi korban dan lebih dari 1.700 lainnya terluka , menurut pihak berwenang Palestina. Israel menduduki Yerusalem Timur sejak perang Arab-Israel tahun 1967 dan mencaplok seluruh kota pada tahun 1980. Dimana tindakan tersebut tidak pernah diakui oleh komunitas internasional.
Sumber, Dailysabah.