Ghazinews.xyz - Pemimpin Palestina akan menetapkan keputusan pada hari Kamis perihal mengadakan pemilihan pada bulan depan sesuai jadwal atau membatalkan penundaan yang dapat memicu kekhawatiran lebih lanjut dikalangan masyarakat.
![]() |
Pemimpin Palestina Akan Tentukan Pemilu Berlanjut atau Dibatalkan. |
Warga Palestina pada Tepi Barat yang dikuasai Israel serta Jalur Gaza yang diblokade telah menyuarakan harapan bahwa pemungutan suara dapat membantu memulihkan kredibilitas dalam tatanan sistem politik mereka serta memulihkan perpecahan.
Fatah, yang mengendalikan Otoritas Palestina berbasis pada sisi Tepi Barat, mencapai kesepakatan dengan saingan lamanya Hamas, kelompok Islam yang mengendalikan Gaza, untuk mengadakan pemilihan legislatif pada 22 Mei dan pemungutan suara presiden pada 31 Juli. Media berita resmi Wafa, Kamis menyatakan bahwa presiden PA Mahmud Abbas, serta pemimpin Fatah, akan memimpin pertemuan.
"Malam ini di Ramallah yang mencakup semua fraksi politik akan membahas pemilu terbaru untuk memutuskan apakah mereka diadakan atau dibatalkan."
Hamas, Rabu, mengungkapkan pihaknya menolak segala upaya dan bentuk penundaan pemilu. Hamas meraih kemenangan yang mengejutkan pada pemilu 2006, namun kemenangan tersebut tidak diakui oleh kubu Abbas. Kelompok Islamis mengambil alih kekuasaan di wilayah Gaza pada tahun berikutnya selama seminggu dalam bentrokan berdarah.
Kritikus Abbas menuduh bahwa dia berusaha mengulur waktu disebabkan prospek Fatah telah terancam oleh faksi-faksi sempalan, termaksud yang dipimpin oleh Nasser al-Kidwa, seorang keponakan ikonis Palestina. pemimpin Yasser Arafat, serta mantan kepala keamanan Fatah yang diperhitungkan yang telah diasingkan, Mohammed. Dahlan.
"Jika Abbas menunda pemilihan, kami akan mulai dengan demonstrasi," ungkap Daoud Abu Libdeh, seorang kandidat dari faksi Masa Depan Dahlan, kepada AFP di Yerusalem.
Palestina bersikeras dengan hak untuk mengadakan pemilihan di Yerusalem timur yang telah dicaplok Israel, yang diklaim Palestina sebagai ibu kota negara masa depan mereka. Selama Palestina terakhir pemilu, penduduk Yerusalem timur memberikan suara di pinggiran kota serta ribuan memberikan suara di kantor pos Yerusalem, sebuah langkah simbolis yang disetujui oleh Israel.
Israel, yang saat ini melarang semua masyarakat Palestina melakukan aktivitas politik di seluruh Yerusalem, belum memberikan komentar perihal izinkan pemungutan suara pada kota tersebut.
Dalam sebuah pertemuan diplomat Uni Eropa pada minggu ini, direktur politik kementerian luar negeri Israel Alon Bar menyatakan pemilihan umum adalah hak internal Palestina, dan Israel tidak berniat untuk campur tangan ataupun mencegah mereka.
Wafa mengutip pejabat tinggi Fatah Mahmoud Aloul yang memaparkan bahwa pengadaan pemilu mengecualikan di wilayah Yerusalem akan menjadi pengkhianat. Fatah tidak ingin tercatat dalam sejarah sebagai gerakan Palestina yang mengizinkan pemilihan tanpa pemungutan suara di Yerusalem, sedang Wafa menginformasikan Aloul menyatakan, gambaran permasalahan tersebut sebagai salah satu kedaulatan politik.
Wartawan Palestina dan kritikus Abbas Nadia Harhash, seorang kandidat dalam daftar pemilihan "Bersama Kita Bisa", mengungkapkan Yerusalem akan dijadikan alasan penundaan jelas bukan langkah cerdas untuk PA.
Dia berpendapat itu akan memberi Israel hak veto de facto atas hak Palestina untuk memilih . Sedang Hamas menyatakan penundaan berarti menyerah pada veto pendudukan (Israel).
Ketegangan di Yerusalem memuncak pada akhir pekan, ketika warga Palestina bentrok dengan polisi Israel perihal hak untuk berkumpul di alun-alun Kota Tua setelah shalat Teraweh. Seusai beberapa hari kerusuhan yang menyebabkan puluhan orang terluka, polisi Israel memindahkan barikade yang memblokir alun-alun bertangga di Gerbang Damaskus, serta memberikan izin kepada warga Palestina untuk melanjutkan pertemuan malam mereka.
Hamas memaparkan kemenangan heroik seperti itu harus mendorong warga Palestina untuk terus maju dengan pemungutan suara di Yerusalem.
Pemilu tersebut dipandang sebagai upaya terpadu oleh Hamas dan Fatah guna meningkatkan kepercayaan internasional pada pemerintahan Palestina menjelang kemungkinan pembaruan diplomasi pimpinan AS di bawah Presiden Joe Biden, setelah empat tahun Donald Trump yang melihat Washington mendukung tujuan-tujuan utama Israel.
Harhash berpendapat bahwa Abbas mengharapkan pemilu akan memungkinkan Fatah dan Hamas untuk terus berbagi kekuasaan, namun merasa terancam oleh munculnya faksi-faksi sempalan yang kuat dan munculnya kelompok - kelompok politik baru yang kritis terhadap kepemimpinannya.
Tantangan utama Abbas termasuk daftar Kebebasan yang dipimpin oleh Kidwa, yang telah didukung oleh Marwan Barghouti, yang menjalani berbagai hukuman seumur hidup di penjara Israel.
Dahlan, yang menimbulkan ancaman lain, telah dikreditkan dengan membawa vaksin virus korona ke Gaza serta mendistribusikan bantuan keuangan ke seluruh daerah hingga di Tepi Barat.
Sumber, 24newshd.