Ghazinews.xyz : China terus awasi jaringan internet dari status pengawasan serta propaganda ke level yang belum pernah terjadi sebelumnya, menurut Reporters Without Borders (RSF), menganggap bahwa China merupakan salah satu negara terburuk di dunia bagi jurnalis.
![]() |
Ilustrasi Foto, Ghazinews.xyz |
"Jurnalisme merupakan pelopor terbaik melawan disinformasi," ucap Sekretaris Jenderal RSF Christophe Deloire pada sebuah pernyataan yang menyertai laporan tersebut.
“Menanggapi viralitas disinformasi lintas batas, pada platform digital serta melalui media sosial, jurnalisme menyediakan cara paling efektif guna memastikan bahwa debat publik didasarkan pada beragam fakta yang mapan.”
Deloire, menyatakan bahwa produksi dan distribusi informasi kerap diblokir oleh faktor politik, ekonomi, teknologi hingga terkadang budaya.
"Di tahun 2021, sulit di China untuk membela kebebasan pers,"ucap RSF.
"Dengan lebih dari 120 orang saat ini ditahan di negara itu, seringkali dalam kondisi yang mengancam jiwa".
Disaat munculnya COVID-19, pihak berwenang China telah memperketat otoritas mereka terhadap berita serta informasi, dengan tujuh jurnalis masih ditahan disebabkan liputan mereka perihal pandemi tersebut.
Pengacara yang menjadi jurnalis Zhang Zhan termasuk di antara mereka yang berada di penjara.
Ia dinyatakan bersalah di bulan Desember karena berselisih serta memprovokasi masalah karena upaya melansir perihal pandemi di Wuhan, tempat dimana virus baru itu pertama kali terdeteksi.
"Selain itu diduga, lebih dari 450 pengguna media sosial di China ditangkap sementara waktu dikarenakan dianggap berbagi rumor palsu terkait virus tersebut," imbuh RSF.
"Otoritas China telah mengintensifkan pelecehan terhadap koresponden asing," ungkap RSF. Dikutip melalui laporan Maret oleh Klub Koresponden Asing China.
Laporan tersebut menyatakan setidaknya terdapat 18 koresponden asing yang diusir pada paruh pertama di tahun 2020, sementara siaran BBC dilarang.
Sumber, Aljazeera.